Langsung ke konten utama

Mari berhenti



Untukmu yang selalu ada buat kita.

Pertama biarkan aku mengatakan semua yang kurasakan sekarang.
Aku ingin menyampaikan bahwa aku bahagia malah sangat bahagia dengan kamu, dengan kita. Semuanya sangat menyenangkan dan itu menjanjikan umurkan lebih panjang kedepannya. Betapa tertawa denganmu, menangis denganmu memiliki semua tempat di memoriku. Tentang betapa bahagianya kita tanpa pernah ada yang bisa menyela semuanya itu. Pertengkaran yang terdengar manis meski dibumbui dengan keluhan satu dan lainnya. Betapa didekap olehmu adalah hal yang sangat kupuja selama bersamamu, itu hangat dan percayalah itu yang terhangat sampai sekarang. Pernahkah kukatakan padamu bahwa aku bersyukur dicintai olehmu? Dan Tuhan sangat baik karena menitipkan hatiku buatmu? Maka perhatikanlah ini dengan baik bahwa aku bersyukur malah sangat bersyukur buat semua itu, terimakasih.

Kedua biarkan aku mengatakan semua yang kupikirkan sekarang,
Aku seorang wanita yang sangat bersyukur tadi ingin menghentikan semua ini, mari berhenti melakukan semuanya tentang kita. Kamu dan akupun tau ada kata yang ingin kita sampaikan, mungkin kita enggan atau ada perasaan yang kita pikir salah bila diucapkan. Tatapan kita tetap sama, tawa kitapun tetaplah sama tapi tidak ada yang bisa mengelak bila sebenarnya rasa itu tak lagi sama. Mungkin ini yang dikatakan dunia, bahwa semuanya pun akan berubah. Bukan aku menyangkal tentang cita-cita kita dulu kalau rasa yang kita miliki adalah sejati. Tidak ada yang lain dan aku tau tanpa bersumpahpun kamu tau semua hal itu. Bukan aku terlalu percaya diri dengan menduga-duga perasaanmu tapi anggaplah ini karena aku telah lama berbagi denganmu. Percayalah mengatakan pisah dengan begini lebih baik daripada diam-diam merasa terbebani, maaf.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mereka yang tak berucap

Dia terus berangan tentang ‘orang itu’. Dia berhayal seandainya kami dapat bertemu kembali, mungkin sebaiknya saat itu lebih lama. Bukan maksud merendahkan dirinya sendiri tapi dia ingin melihat ‘orang itu’ lebih lama. Semua kenangan penuh dengannya seperti kaset rusak yang hanya mengulang hal itu-itu saja. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dia dan ‘orang itu’, tidak ada. Sebenarnya apa yang telah dia dan orang itu ungkapkan, tidak ada. Karena tidak ada maka menimbulkan sesak didada.  Berdebat dengan diri sendiri itu menyusahkan, dia tidak bisa menang atas pikirannya sendiri dan tidak bisa kalah atas pilihan hatinya. Dia melihat dari tempat yang aman saat bersamanya, dia tidak ingin menonjol apalagi sampai mengusik ‘orang itu’. Tapi yang terjadi bukan hanya dia yang memperhatikan sesekali diapun diperhatikan. menganggap itu hanya kebetulan tapi terjadi berulang, menganggap itu hanya hayalan tapi terjadi secara nyata. Orang itu bukan hanya sekali melihatnya, bukan hanya se

There's nothing to forgive

“masuk dong Rei, anak-anak pada nanyain elo tuh” “bentar, 5 menit lagi gue masuk kok” “lagian ngapain sih loe dari tadi ngeliatin langit mulu? emang ada yang mau turun? Atau mungkin bakal ada bintang jatuh malam ini?” “hmm...” “just 5 minute, ok?” “hmm..” Ntah apa yang dipikirkan wanita itu, mungkin dia mengalami saat yang sulit saat ini. Dia menengadahkan wajahnya kelangit, mengembuskan nafasnya perlahan seakan paru-parunya akan meledak sebentar lagi karena terlalu banyak udara yang dihirupnya. Tangannya dibiarkan lemas disisinya, membiarkan rambutnya berantakan karena angin yang semakin kencang menghantam tubuhnya. Tapi anehnya dia tidak pernah mengerjapkan mata, dia terus membukanya meski angin mengiris sakit kedalam. Menganggapnya tak apa asal angin membawa bebannya sekarang tanpa meninggalkan bekas untuknya. Menghempaskan kenangan itu pergi jauh agar dia bisa kembali menatap kenyataan tanpa takut airmatanya menetes tanpa izin seperti sekarang. I'm jealous

Hubungan

Siapa yang tau soal ‘siapa lebih cinta? siapa lebih rindu? siapa lebih butuh? Atau siapa lebih sakit?’. Mungkin dia pun tidak tau, ya dia tidak tau kalau dialah yang ‘lebih’. Dia yang lebih cinta, lebih rindu, lebih butuh dan lebih sakit. Siapa yang tau soal ‘sampai kapan mencoba? sampai kapan bertahan? sampai kapan berdiam? Atau sampai kapan bisa berdusta?’. Mungkin dia tau, ya karena dia telah berhenti mencoba, berhenti bertahan, berhenti terdiam dan berhenti berdusta. Dia berkata “berjuanglah”, tapi dia tidak ikut berjuang denganmu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu mencintainya. Dia berkata ‘tunggulah’, tapi dia begitu lama menghampirimu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu menghargainya. Memberinya waktu agar dia merasa ‘kamu berarti’, memberinya jarak agar dia merasa ‘rindu’, memberinya kesempatan agar sadar ‘dia mencintaimu’. Dan memberimu fakta ‘dia tidak mencintaimu’ Mencoba semua yang dia bisa, mengkomprom