Langsung ke konten utama

Karena



Hari ini aku berjanji bertemu dengannya, di coffee shop langganan kami. Ardi dan aku memang selalu memilih tempat ini setiap ingin bertemu sambil ngobrol santai. Dia memang pacar yang nggak ribet, yang mengharuskanku berdandan feminin dan mempesona setiap kami bertemu. Sayup-sayup terdengar suara vokalis band yang mengisi acara malam ini.

Takkan pernah berhenti untuk selalu percaya
Walau harus menunggu seribu tahun lamanya
Biarkanlah terjadi wajar apa adanya
Walau harus menunggu seribu tahun lamanya

Aku jadi ingat gimana dulu kita bisa bersama, Ardi yang nggak begitu yakin menyukaiku tapi aku yang begitu gigih meyakinkannya. Ya akulah yang dulu menyukainya dan dengan berani mengaku saat dia menceritakan wanita idamannya didepanku. Berani? ya, gugup? sangat, menyesal? tidak karena sampai sekarang pun aku menyukainya. Kenapa? Ardi lelaki yang selalu membuatku menunggu kapan bisa bertemu dengannya, mengobrol dengannya dan setiap hal jadi sangat kunantikan asal itu dengannya.

Bila kau sanggup untuk melupakan dia
Biarkan aku hadir dan menata
Ruang hati yang telah tertutup lama
Jika kau masih ragu untuk menerima
Biarkan hati kecilmu bicara
Karena ku yakin kan datang saatnya
Kau jadi bagian hidupku

“udah lama nunggu?” Lelaki itu datang dan sekarang dia sudah ada didepanku. Kekasihku.
“belum kok” jantungku bekerja lebih keras karena tanpa malu suaranya terdengar sampai telingaku.
“hmm.. udah pesan?”
“udah, 1 capuccino dan 1 coffee latte”
Jawabku sambil tersenyum melihat kearahnya yang sedang sibuk dengan buku menu didepannya.
“kamu mau makan?”
“nggak, cuma mau liat menu minuman yang lain”
“kan udah aku pesenin, coffee latte kan?”
“lagi pengen nyoba menu lain”

Aku diam, tumben Ardi pengen minuman lain di tempat ini. Biasanya setiap aku mengomel tentang mencoba jenis minuman baru dia pasti akan langsung menirukan gerakan bibirku yang selalu berhasil membuatku berhenti karena tertawa melihat ulahnya. Dan dia selalu bilang ‘kalau aku kesini tanpa minum itu, aku bakal milih tempat lain dan bukan disini bareng kamu’. Mungkin aku geer, tapi yang kutangkap dari kalimatnya waktu itu adalah aku spesial sama seperti minuman itu dan tempat ini. Sejak saat itu aku nggak pernah komplain dengan pemilihan tempat dan menu minuman itu. Aku senang setiap duduk dengannya disini walau kadang kami hanya akan saling diam karena memikirkan pekerjaan masing-masing, tapi kenyataannya hanya akulah yang selalu disini dengannya.

“mba”
“iya mas, ada yang bisa saya bantu”
“saya pesen orange jus nya 1”
“baik mas, ada lagi?”
“nggak, makasih”
“sejak kapan kamu suka yang asam?”
“pengen nyoba yang lain aja”

Aku pengen bertanya lagi tapi kubatalkan karena sekarang dia sudah sibuk dengan leptop yang tadi dibawanya. Kami memang biasa membawa pekerjaan ketempat ini, sekedar meminta ide ataupun bercerita tentang keluhan dikantor. Tapi hari ini dia aneh dan baru aku sadar kalau sedari tadi dia tidak pernah melihatku, dia memilih melihat yang lain setiap menjawab pertanyaanku. Sampai akhirnya pesanan kami datang dia tetap seperti itu. Akupun berusaha sibuk dengan aplikasi di telepon genggamku, aku bakal sabar sampai dia mau ngomong soal masalahnya.

“hmm.. Za”
“iya?”
“aku mau kita udahan aja”
“soal?”
“kita putus aja”

Mata itu sekarang melihat kearahku tepat dimata, Ardi melihatku tanpa ada tanda-tanda lelucon disana.

“emang kita kenapa?”
“kita jadi kayak dulu aja, teman?”
“emang aku kenapa?”
“menjadi temanku?”
“emang kamu kenapa?”
“aku mau berteman denganmu”

Tanganku dingin, jantungku berdentum keras dan sekarang mataku panas. Aku langsung mengalihkan pandanganku kearah lain, sedetik lagi aku akan menangis dan itu nggak boleh.

“Zahra?”
“.......”
“aku pengen kamu bisa ngerti Za”
“karena cinta?”
“.......”
“kamu belum mencintai aku sampai sekarang?”
“Ku mohon Za”
“apa aku segagal itu sampai 6 bulan kita buka apa-apa buat kamu?”

Trying to fit your hand inside of mine
When we know it just don't belong
There's no force on earth
Could make me feel right, no

“kamu dan aku tau kalau kita udah berusaha sekuat yang kita bisa”
“kalau aku katakan hanya aku yang berusaha disini, bagaimana?”
Tolong jangan menetes sekarang, tolong jangan menangis terisak sekarang. Tolonglah.
“ini memang salahku karena menerima perasaanmu waktu itu, menjanjikanmu surga yang bahkan aku sendiripun tidak pernah melihatnya. Maaf”
“apa tidak ada rasa cinta sedikitpun? Suka? Atau rindu selama ini buatku?”
“Za”
“setiap kamu manggil nama aku rasanya aku sudah tau jawabannya. Kamu menemuiku hanya untuk meyakinkanmu kalau kamu bisa lebih lama lagi denganku, mengajakku mengobrol hanya untuk menghentikan otakmu merancang perpisahan dengaku, membuatku tertawa hanya untuk menebus rasa sakit yang kelak akan kau buat untukku. Bodoh”

Tes. Akhirnya dia jatuh

Trying to push this problem up the hill
When it's just too heavy to hold
Think now's the time to let it slide

“Maaf”
“bisakah berhenti meminta maaf? tidak bisakah hanya membiarkan aku menjadi bodoh jadi tolong jangan mengasihaniku”
“kamu membuatku jadi lelaki beruntung karena pernah ada disampingmu”
“dan jadi beruntung saja tidak cukup untuk membuatmu mencintaiku”
“..........”

Everything's that's broke
Leave it to the breeze
Why don't you be you
And I'll be me

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mereka yang tak berucap

Dia terus berangan tentang ‘orang itu’. Dia berhayal seandainya kami dapat bertemu kembali, mungkin sebaiknya saat itu lebih lama. Bukan maksud merendahkan dirinya sendiri tapi dia ingin melihat ‘orang itu’ lebih lama. Semua kenangan penuh dengannya seperti kaset rusak yang hanya mengulang hal itu-itu saja. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dia dan ‘orang itu’, tidak ada. Sebenarnya apa yang telah dia dan orang itu ungkapkan, tidak ada. Karena tidak ada maka menimbulkan sesak didada.  Berdebat dengan diri sendiri itu menyusahkan, dia tidak bisa menang atas pikirannya sendiri dan tidak bisa kalah atas pilihan hatinya. Dia melihat dari tempat yang aman saat bersamanya, dia tidak ingin menonjol apalagi sampai mengusik ‘orang itu’. Tapi yang terjadi bukan hanya dia yang memperhatikan sesekali diapun diperhatikan. menganggap itu hanya kebetulan tapi terjadi berulang, menganggap itu hanya hayalan tapi terjadi secara nyata. Orang itu bukan hanya sekali melihatnya, bukan hanya se

There's nothing to forgive

“masuk dong Rei, anak-anak pada nanyain elo tuh” “bentar, 5 menit lagi gue masuk kok” “lagian ngapain sih loe dari tadi ngeliatin langit mulu? emang ada yang mau turun? Atau mungkin bakal ada bintang jatuh malam ini?” “hmm...” “just 5 minute, ok?” “hmm..” Ntah apa yang dipikirkan wanita itu, mungkin dia mengalami saat yang sulit saat ini. Dia menengadahkan wajahnya kelangit, mengembuskan nafasnya perlahan seakan paru-parunya akan meledak sebentar lagi karena terlalu banyak udara yang dihirupnya. Tangannya dibiarkan lemas disisinya, membiarkan rambutnya berantakan karena angin yang semakin kencang menghantam tubuhnya. Tapi anehnya dia tidak pernah mengerjapkan mata, dia terus membukanya meski angin mengiris sakit kedalam. Menganggapnya tak apa asal angin membawa bebannya sekarang tanpa meninggalkan bekas untuknya. Menghempaskan kenangan itu pergi jauh agar dia bisa kembali menatap kenyataan tanpa takut airmatanya menetes tanpa izin seperti sekarang. I'm jealous

Hubungan

Siapa yang tau soal ‘siapa lebih cinta? siapa lebih rindu? siapa lebih butuh? Atau siapa lebih sakit?’. Mungkin dia pun tidak tau, ya dia tidak tau kalau dialah yang ‘lebih’. Dia yang lebih cinta, lebih rindu, lebih butuh dan lebih sakit. Siapa yang tau soal ‘sampai kapan mencoba? sampai kapan bertahan? sampai kapan berdiam? Atau sampai kapan bisa berdusta?’. Mungkin dia tau, ya karena dia telah berhenti mencoba, berhenti bertahan, berhenti terdiam dan berhenti berdusta. Dia berkata “berjuanglah”, tapi dia tidak ikut berjuang denganmu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu mencintainya. Dia berkata ‘tunggulah’, tapi dia begitu lama menghampirimu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu menghargainya. Memberinya waktu agar dia merasa ‘kamu berarti’, memberinya jarak agar dia merasa ‘rindu’, memberinya kesempatan agar sadar ‘dia mencintaimu’. Dan memberimu fakta ‘dia tidak mencintaimu’ Mencoba semua yang dia bisa, mengkomprom