Langsung ke konten utama

wanita itu

Wanita itu sangat benci hujan, dia sangat membenci mendung. Saat langit menjadi gelap suasana hatinyapun akan menjadi muram. Seakan banyak yang akan mampir dipikiran dan hatinya saat hujan turun, semuanya seakan berlomba menyakitinya.
Ini semua tentang lelaki itu, tentang lelaki yang datang lalu segera pergi. Tentang sesuatu yang tak sempat terucapkan sampai sesalpun bukan apa-apa lagi karena semuanya menjadi mati sebelum sempat terasa.
Bagaimana bisa hujan cepat teduh dan membuat yang singgah lalu beranjak pergi.
Bagaimana bisa langit tidak mengerti kalau atap masih ingin bersama yang ada dibawahnya, ingin melindunginya lebih lama, ingin melihatnya lebih lama.
Bagaimana bisa mengungkapkan semustahil membangkitkan orang mati, bagaimana itu sangat rumit bila berhubungan dengan lelaki itu.

Seperti terkena penyakit mematikan, yang meskipun diobati tetap akan menyebar dan semakin bertahan disana. Saat tidak ada yang bisa menolong dan hanya bisa melihat itu menyerang lebih banyak dan banyak lagi.
Bisakah lelaki itu mengerti tanpa harus dikatakan wanita itu?
Bisakah lelaki itu mendengar apa yang dikatakan hati wanita itu?
Apakah tidak jelas apa yang terlihat dimata wanita itu?

Rasa itu melumpuhkannya, membuatnya mengerti bila dia hanya bisa melihat tanpa mendekat.
Membuatnya tau bila langit hanya akan berbuat sesukanya tanpa bertanya dan merasa.
Membuatnya tau kalau airmatanya hanya akan terus jatuh melihat lelaki itu pergi menjauh tanpa sempat didekap olehnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mereka yang tak berucap

Dia terus berangan tentang ‘orang itu’. Dia berhayal seandainya kami dapat bertemu kembali, mungkin sebaiknya saat itu lebih lama. Bukan maksud merendahkan dirinya sendiri tapi dia ingin melihat ‘orang itu’ lebih lama. Semua kenangan penuh dengannya seperti kaset rusak yang hanya mengulang hal itu-itu saja. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dia dan ‘orang itu’, tidak ada. Sebenarnya apa yang telah dia dan orang itu ungkapkan, tidak ada. Karena tidak ada maka menimbulkan sesak didada.  Berdebat dengan diri sendiri itu menyusahkan, dia tidak bisa menang atas pikirannya sendiri dan tidak bisa kalah atas pilihan hatinya. Dia melihat dari tempat yang aman saat bersamanya, dia tidak ingin menonjol apalagi sampai mengusik ‘orang itu’. Tapi yang terjadi bukan hanya dia yang memperhatikan sesekali diapun diperhatikan. menganggap itu hanya kebetulan tapi terjadi berulang, menganggap itu hanya hayalan tapi terjadi secara nyata. Orang itu bukan hanya sekali melihatnya, bukan hanya se

There's nothing to forgive

“masuk dong Rei, anak-anak pada nanyain elo tuh” “bentar, 5 menit lagi gue masuk kok” “lagian ngapain sih loe dari tadi ngeliatin langit mulu? emang ada yang mau turun? Atau mungkin bakal ada bintang jatuh malam ini?” “hmm...” “just 5 minute, ok?” “hmm..” Ntah apa yang dipikirkan wanita itu, mungkin dia mengalami saat yang sulit saat ini. Dia menengadahkan wajahnya kelangit, mengembuskan nafasnya perlahan seakan paru-parunya akan meledak sebentar lagi karena terlalu banyak udara yang dihirupnya. Tangannya dibiarkan lemas disisinya, membiarkan rambutnya berantakan karena angin yang semakin kencang menghantam tubuhnya. Tapi anehnya dia tidak pernah mengerjapkan mata, dia terus membukanya meski angin mengiris sakit kedalam. Menganggapnya tak apa asal angin membawa bebannya sekarang tanpa meninggalkan bekas untuknya. Menghempaskan kenangan itu pergi jauh agar dia bisa kembali menatap kenyataan tanpa takut airmatanya menetes tanpa izin seperti sekarang. I'm jealous

Hubungan

Siapa yang tau soal ‘siapa lebih cinta? siapa lebih rindu? siapa lebih butuh? Atau siapa lebih sakit?’. Mungkin dia pun tidak tau, ya dia tidak tau kalau dialah yang ‘lebih’. Dia yang lebih cinta, lebih rindu, lebih butuh dan lebih sakit. Siapa yang tau soal ‘sampai kapan mencoba? sampai kapan bertahan? sampai kapan berdiam? Atau sampai kapan bisa berdusta?’. Mungkin dia tau, ya karena dia telah berhenti mencoba, berhenti bertahan, berhenti terdiam dan berhenti berdusta. Dia berkata “berjuanglah”, tapi dia tidak ikut berjuang denganmu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu mencintainya. Dia berkata ‘tunggulah’, tapi dia begitu lama menghampirimu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu menghargainya. Memberinya waktu agar dia merasa ‘kamu berarti’, memberinya jarak agar dia merasa ‘rindu’, memberinya kesempatan agar sadar ‘dia mencintaimu’. Dan memberimu fakta ‘dia tidak mencintaimu’ Mencoba semua yang dia bisa, mengkomprom