Langsung ke konten utama

untitle

Hari itu kita bertemu. bukan tipe pertemuan yang tidak disengaja, tp memang pertemuan itu kita hadiri karena kita adalah peserta didalamnya.
saat itu kau terlihat tampan, ah bukan terlihat tampan tapi karena kau memang selalu tampan dimataku.
kau tau? aku gugup. banyak yang aku pikirkan dan lakukan agar tidak ada disana.
tapi memang hatiku yang tidak memiliki aturan memerintah otakku untuk menjadikannya masuk akal agar aku datang keacara itu.
aku yang lemah atau memang perasaan “menyedihkan” ini yang terlalu kuat hingga aku ada disana, melihatmu.
mulutku sibuk berbincang, gigi ku sibuk mengunjukkan diri tapi ditempat lain otak ku sibuk meredakan detak jantungku.
hatiku berkata “itu dia, lihat dia, dia yang kau rindu bukan?”,
mataku menanggapi hati dengan cepat dan dia langsung mengarah padamu.
otakku langsung menyentak dan berkata “apa yang kau lihat! palingkan matamu sebelum ada yang berdarah disini!”
tubuhku tidak merespon dia malah mematung.
otakku heran, kemudian stimulusnya menyampaikan alasan kenapa tubuh mematung.
saat itu juga otakku mulai gencar mencari alasan “perban” menghentikan darah.
iya, tiba-tiba hatiku berdarah.
paru-paruku tidak tinggal diam, dia pun meremas dinding-dindingnya dengan kuat agar dia tidak sesak.
sakit, remasannya terlalu kuat.
ahhh!
mulutku yang mengatup  mengeluarkan desahan nafas agar sesaknya tidak membunuhku.
“kan sudah kukatakan palingkan matamu. aku capek mencari alasan agar kau mengerti maksudku, aku capek membuat kau mengerti bahwa luka ini sudah dalam” otakku berkata lirih hampir menyerupai isakan.
aku tau dia lelah, sama lelahnya denganku.
tapi hatiku yang berdarah itu masih mau “berdarah” dengan alasan yang sama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mereka yang tak berucap

Dia terus berangan tentang ‘orang itu’. Dia berhayal seandainya kami dapat bertemu kembali, mungkin sebaiknya saat itu lebih lama. Bukan maksud merendahkan dirinya sendiri tapi dia ingin melihat ‘orang itu’ lebih lama. Semua kenangan penuh dengannya seperti kaset rusak yang hanya mengulang hal itu-itu saja. Sebenarnya apa yang terjadi dengan dia dan ‘orang itu’, tidak ada. Sebenarnya apa yang telah dia dan orang itu ungkapkan, tidak ada. Karena tidak ada maka menimbulkan sesak didada.  Berdebat dengan diri sendiri itu menyusahkan, dia tidak bisa menang atas pikirannya sendiri dan tidak bisa kalah atas pilihan hatinya. Dia melihat dari tempat yang aman saat bersamanya, dia tidak ingin menonjol apalagi sampai mengusik ‘orang itu’. Tapi yang terjadi bukan hanya dia yang memperhatikan sesekali diapun diperhatikan. menganggap itu hanya kebetulan tapi terjadi berulang, menganggap itu hanya hayalan tapi terjadi secara nyata. Orang itu bukan hanya sekali melihatnya, bukan hanya se

There's nothing to forgive

“masuk dong Rei, anak-anak pada nanyain elo tuh” “bentar, 5 menit lagi gue masuk kok” “lagian ngapain sih loe dari tadi ngeliatin langit mulu? emang ada yang mau turun? Atau mungkin bakal ada bintang jatuh malam ini?” “hmm...” “just 5 minute, ok?” “hmm..” Ntah apa yang dipikirkan wanita itu, mungkin dia mengalami saat yang sulit saat ini. Dia menengadahkan wajahnya kelangit, mengembuskan nafasnya perlahan seakan paru-parunya akan meledak sebentar lagi karena terlalu banyak udara yang dihirupnya. Tangannya dibiarkan lemas disisinya, membiarkan rambutnya berantakan karena angin yang semakin kencang menghantam tubuhnya. Tapi anehnya dia tidak pernah mengerjapkan mata, dia terus membukanya meski angin mengiris sakit kedalam. Menganggapnya tak apa asal angin membawa bebannya sekarang tanpa meninggalkan bekas untuknya. Menghempaskan kenangan itu pergi jauh agar dia bisa kembali menatap kenyataan tanpa takut airmatanya menetes tanpa izin seperti sekarang. I'm jealous

Hubungan

Siapa yang tau soal ‘siapa lebih cinta? siapa lebih rindu? siapa lebih butuh? Atau siapa lebih sakit?’. Mungkin dia pun tidak tau, ya dia tidak tau kalau dialah yang ‘lebih’. Dia yang lebih cinta, lebih rindu, lebih butuh dan lebih sakit. Siapa yang tau soal ‘sampai kapan mencoba? sampai kapan bertahan? sampai kapan berdiam? Atau sampai kapan bisa berdusta?’. Mungkin dia tau, ya karena dia telah berhenti mencoba, berhenti bertahan, berhenti terdiam dan berhenti berdusta. Dia berkata “berjuanglah”, tapi dia tidak ikut berjuang denganmu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu mencintainya. Dia berkata ‘tunggulah’, tapi dia begitu lama menghampirimu. Ah dia memang begitu pikirmu, mengganggapnya biasa karena kamu menghargainya. Memberinya waktu agar dia merasa ‘kamu berarti’, memberinya jarak agar dia merasa ‘rindu’, memberinya kesempatan agar sadar ‘dia mencintaimu’. Dan memberimu fakta ‘dia tidak mencintaimu’ Mencoba semua yang dia bisa, mengkomprom